Catatan Safari Jurnalistik (3) Mengoreksi Kuota ‘Angka Kesakitan’ Hingga Buku Elektronik

Posted: 15 Mei 2013 in Lawas
Tag:, , , , , , ,

Gambar

 

Kebijakan ‘Dua Gratis’ tak sebatas disambut gembira oleh masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulsel. Lebih dari itu, dalam pelaksanaannya mendapatkan beragam apresiasi dari pemerintah kabupaten/kota untuk menata lebih baik kebijakan ini. Tak heran jika wartawan peserta ‘Safari Jurnalistik’ juga mendapat banyak titipan saran, usul, maupun koreksi dalam kaitan pemantapan pelaksanaan program ini ke depan.

Ketua PWI Cabang Sulsel, H.Zulkifli Gani Otto,SH yang memimpin langsung ‘Safari Jurnalistik’ dalam setiap kali membuka pertemuan dengan pemerintah kabupaten/kota meminta, agar tak hanya keberhasilan tetapi juga semua kekurangan dan hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis selama ini dapat diungkapkan secara blak-blakan kepada wartawan.

‘’Gratis bersekolah di SD hingga SMP dan gratis mendapatkan pelayanan dasar kesehatan melalui kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis di Sulsel, ke depan tidak mungkin lagi untuk tidak digratiskan. Kita sudah melangkah ke pelayanan gratis tersebut, susah untuk kita mundur lagi. Karena itu, diperlukan keterbukaan semua pihak dalam pelaksanaan kebijakan ini agar setiap masalah yang timbul dapat secara cepat dan bersama-sama dicarikan solusinya,’’ katanya.

Salah satu persoalan yang muncul dan terasa mengganjal dalam pelaksanaan kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis, sudah memasuki tiga tahun kebijakan ini berjalan belum semua penduduk sasaran mendapatkan kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang diterbitkan oleh Pemprov Sulsel.

Akibatnya, masih lebih banyak pelayanan Kesehatan Gratis diberikan melalui penggunaan KTP/KK, bukan menggunakan kartu Jamkesda. Dari 240.550 jiwa penduduk yang menjadi sasaran kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Pinrang, sampai awal Oktober 2010 baru terdapat sekitar 120.000 yang memiliki kartu Jamkesda. Di Kabupaten Enrekang ada lebih dari 216.000 jiwa sasaran, tetapi hingga awal Oktober 2010 hanya sekitar 146.000 yang diterbitkan Kartu Jamkesdanya. Demikian pula di Kabupaten Maros, cuma ada 4.000 penduduk pemegang Kartu Jamkesda dari sekitar 193.000 jiwa sasaran Pelayanan Kesehatan Gratis. Di Kabupaten Tana Toraja (Tator), dari sekitar 120.000 penduduk sasaran, tercatat hanya sekitar 70.000 penduduk yang mendapatkan kartu Jamkesda dari Pemprov Sulsel.

‘’Karena masih banyak penduduk yang juga enggan mengurus KTP di daerah ini, kami usul kalau bisa SIM, Kartu Siswa dan semacamnya yang menunjukkan identitas Sulsel dapat pula dipakai untuk kelancaran pelayanan Kesehatan Gratis di daerah, sebelum semua penduduk sasaran dapat diberikan Kartu Jamkesda,’’ usul Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tator, dr.Sakra.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara, dr. Hendrik Kalatimang juga mengakui, masih sekitar 25 persen dari lebih 241.000 jiwa penduduk di daerahnya belum memiliki KTP, dan diantaranya hanya ada 23.000 yang telah memiliki kartu Jamkesda dari sekitar 98.000 jiwa penduduk yang jadi sasaran layanan Kesehatan Gratis.  

Semua penduduk kabupaten/kota yang menjadi sasaran kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis itulah yang disebut sebagai peserta Jamkesda. Jumlahnya, dihitung dari total penduduk kabupaten/kota kemudian dikurangi dengan jumlah penduduk yang telah memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan dari program lain (pemegang kartu  Askes, Asabri, Jamkesmas, Jamsostek, dan semacamnya) di kabupaten/kota tersebut.

 Contohnya, Kabupaten Pinrang yang berpenduduk 345.911 jiwa. Di daerah ini terdapat 144.411 jiwa penduduk yang telah memiliki jaminan program pelayanan kesehatan dari program lainnya. Di antaranya sebanyak 78.500 penduduk miskin dan kurang mampu yang telah memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dikeluarkan secara nasional. Maka jumlah penduduk Kabupaten Pinrang yang dicover dalam kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis atau sebagai peserta Jamkesda, yaitu 345.911 – 144.411 = 240.550 jiwa.

Masih berkaitan dengan cara penghitungan, pemerintah kabupaten/kota juga banyak menyorot cara pemberian kuota Angka Kesakitan untuk setiap daerah yang ditetapkan rata-rata hanya sebanyak 20 persen dari jumlah penduduk sasaran. Pasalnya, penetapan Angka Kesakitan inilah yang dijadikan dasar penghitungan anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis setiap tahunnya di kabupaten/kota.

Di Kabupaten Pinrang, misalnya. Dari 240.550 jiwa sasaran Pelayanan Kesehatan Gratis (peserta Jamkesda), hanya 20 persen dari jumlah tersebut atau hanya 48.110 jiwa yang ditetapkan masuk dalam Angka Kesakitan. Angka Kesakitan ini adalah prakiraan jumlah penduduk yang akan meminta layanan Kesehatan Gratis sepanjang satu tahun anggaran di Kabupaten Pinrang.

‘’Melalui penghitungan Angka Kesakitan seperti itulah, kemudian ditetapkan besaran anggaran Pelayanan Kesehatan Gratis untuk setiap kabupaten/kota,’’ jelas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pinrang, Drs.H.Rusman Achmad, M.kes.

 Tahun 2010, Kabupaten Pinrang mendapatkan alokasi dana sebanyak Rp 5,7 miliar untuk Pelayanan Kesehatan Gratis. Sedangkan Kabupaten Enrekang yang Angka Kesakitannya sekitar 28.000 jiwa mendapat alokasi dana sebanyak Rp 3,3 miliar.

Tahun 2009 lalu, dana Pelayanan Kesehatan Gratis yang dialokasikan untuk Kabupaten Enrekang berdasarkan hitungan Angka Kesakitan tersebut sebanyak Rp 2,4 miliar. Dalam kenyataan pelaksanaan di lapangan, terjadi ledakan jumlah kunjungan jauh di atas hitungan Angka Kesakitan, menyebabkan nilai total serapan dana Rp 4,7 miliar. ‘’Makanya, tahun 2009  kita mengalami defisit dana Pelayanan Kesehatan Gratis mencapai Rp 2,3 miliar,’’ papar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang, dr. Muh.Yamin.

Hal sama terjadi tahun 2009 di Kabupaten Pinrang. ‘’Kita mengalami kekurangan atau defisit dana Pelayanan Kesehatan Gratis sekitar Rp 800 juta,’’ ungkap Direktur RSUD Lasinrang Kabupaten Pinrang, drg.Hj.Siti Hasnah Syam, MARS.

Secara keseluruhan estimasi Angka Kesakitan tahun 2010 yang jadi sasaran Pelayanan Kesehatan Gratis di Sulsel hanya sebanyak 916.306 orang. Alokasi premi ditetapkan sebanyak Rp 120.000 untuk setiap orang, sehingga total dana Pelayanan Kesehatan Gratis yang dialokasikan ke seluruh kabupaten/kota di Sulsel tahun 2010 sebesar Rp 109,8 miliar lebih. 

Bagaimana mengatasi kebutuhan riil anggaran Pelayanan Kesehatan Gratis jika terjadi defisit ketersedian dana seperti yang terjadi di Kabupaten Enrekang dan Pinrang?  

Ketika pertanyaan seperti ini dilontarkan kepada sejumlah pejabat pemerintahan di kabupaten/kota lainnya di Sulsel yang mengalami hal serupa dengan Kabupaten Enrekang. Hampir semua hanya menggeleng-gelengkan kepala, tanpa memberikan jawaban yang terang. Banyak yang beralasan, untuk mengatasi dilakukan penyiasatan penggunaan dana sambil menunggu penggantian melalui usulan tambahan dana di APBD Perubahan.

‘’Untuk kelancaran ke depan, mestinya pemberian dana Pelayanan Kesehatan Gratis dilakukan secara kapitasi penuh menurut jumlah penduduk sasaran Jamkesda di setiap kabupaten/kota. Apalagi mekanisme pencairan dana Pelayanan Kesehatan Gratis ini hanya boleh dilakukan berdasarkan klaim atau setelah dilakukan pelayanan kepada pasien,’’ kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep, dr.Indriani.  

Terjadinya kekurangan stok obat, seperti yang ditemukan anggota Komisi E DPRD Provinsi Sulsel ketika belum lama ini melakukan kunjungan ke sejumlah rumah sakit milik Pemprov Sulsel – RS Labuang Baji, RS Haji, dan RS Bersalin Fatimah yang juga merupakan rumah sakit rujukan bagi pasien layanan Kesehatan Gratis, boleh jadi karena dana yang tersedia untuk pembelian obat tidak cukup. Penyediaan dana tidak sesuai dengan kebutuhan, lantaran alokasi dana untuk layanan Kesehatan Gratis yang ditetapkan berdasarkan estimasi  Angka Kesakitan, yaitu 20 persen dari jumlah sasaran, tidak dengan penghitungan kapitasi penuh.

 

Belum Sepakat

 

Masalah lain yang banyak digunjingkan berkaitan dengan kebijakan Pelayanan Gratis, yaitu munculnya tawaran pengelolaan Kesehatan Gratis dilakukan sepenuhnya oleh PT.Askes. Rencananya, mulai 1 Januari 2011. ‘’Suratnya sudah ada sejak bulan Juli 2010, tapi saya belum mengajukan kepada Bupati, lantaran masih mengkaji untung-ruginya,’’ kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep, dr. Indriani.

Tawaran yang diajukan PT.Askes, pengelolaan  Pelayanan Kesehatan Gratis akan dilakukan dengan mengutip pembayaran premi Rp 5.000 setiap jiwa setiap bulan. Dengan pembayaran premi dilakukan berdasarkan hitungan kapitasi penuh, yaitu meliputi seluruh sasaran kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis. Pembayaran bukan hanya terhadap 20 persen dari penduduk sasaran seperti yang dilakukan dalam kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis selama ini.

Dengan latar hitungan untung-rugi premi serupa itulah menyebabkan Pemkab Sinjai, yang sejak tahun 2004 telah melaksanakan program Pendidikan dan Kesehatan Gratis, hingga saat ini belum bergabung dalam pelaksanaan kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis Pemprov Sulsel.

Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Sinjai dikelola oleh Badan Pelaksana Jamkesda Kabupaten Sinjai. Pemerintah Kabupaten Sinjai membuka kesempatan kepada semua keluarga yang ada di daerahnya untuk menjadi peserta Jamkesda Sinjai dengan membayar premi Rp 10.000 setiap bulan untuk setiap KK. Pemegang kartu jaminan kesehatan lainnya seperti Askes, Asabri, dan semacamnya dibolehkan ikut sebagai peserta Jamkesda Sinjai. Premi Jamkesda penduduk miskin atau kurang mampu dibayarkan oleh Pemkab Sinjai.

Makanya, peserta Jamkesda Sinjai dibagi tiga, yaitu Jamkesda Umum, Jamkesda Askes, dan Jamkesda Gakin (keluarga miskin). Fasilitas yang diperoleh peserta Jamkesda Sinjai, meliputi pelayanan kesehatan dasar hingga operasi (kecuali operasi plastik), dan rujukan rawat inap kelas II di rumah sakit yang ada di Kabupaten Sinjai.

Premi Jamkesda Sinjai Rp 10.000 per bulan untuk setiap KK, sudah meliputi layanan kesehatan bagi semua anggota keluarga sekalipun jumlahnya lebih dari sepuluh orang.

Guna menopang kelancaran pelaksanaan jaminan kesehatan modifikasi yang dilakukan di Kabupaten Sinjai tersebut, tahun 2010 Pemkab mengalokasikan dana APBD murni sebesar Rp 4 miliar . Sampai Oktober 2010, dana yang digunakan baru sekitar Rp 2 miliar. ‘’Dana APBD murni yang dialokasikan secara khusus setiap tahunnya tidak pernah habis digunakan untuk pelayanan Kesehatan Gratis di Sinjai,’’ jelas Kepala Badan Pelaksana Jamkesda Sinjai, dr.H.Muh.Jufri.

Jika Kabupaten Sinjai ikut kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Pemprov Sulsel, hitung-hitungannya akan mendapat alokasi dana sekitar Rp 10 miliar. Dana tersebut sebagaimana aturan main dalam kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis, 40 persen ditanggung melalui APBD Provinsi dan 60 persen ditanggung melalui APBD Kabupaten Sinjai. Lebih jelasnya, dari Rp 10 miliar dana yang dialokasikan, hanya sekitar Rp 4 miliar yang ditanggung provinsi dan Rp 6 miliar ditanggung kabupaten.

‘’Dengan hitungan seperti itu, daerah masih untung jika melaksanakan melalui pola layanan kesehatan Jamkesda Sinjai seperti yang dilakukan selama ini,’’ tandas Muh.Jufri. Sembari menyatakan, saat ini sudah lebih dari 90 persen penduduk Kabupaten Sinjai yang tercover menjadi peserta Jamkesda Sinjai.

Kabupaten Sinjai, urainya, bukan menolak kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis dari Pemprov Sulsel. Istilahnya, ‘’hanya belum terjadi kesepakatan.’’

Menurut Muh. Jufri, ada dua opsi yang pernah diajukan Pemkab Sinjai terhadap kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Pemprov Sulsel. Pertama, dananya diserahkan dalam bentuk glondongan oleh Provinsi, dan Pemkab yang mengatur penggunaannya disesuaikan dengan program Kesehatan Gratis yang sudah berjalan baik di Kabupaten Sinjai selama ini.

Kedua, dana Pelayanan Kesehatan Gratis dari Provinsi, diminta hanya digunakan untuk mendanai warga Kabupaten Sinjai yang dirujuk ke rumah sakit yang ada di Kota Makassar, melalui alokasi penggunaan yang jelas. ‘’Jadi, Sinjai sebenarnya tidak pernah menolak kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Pemprov Sulsel, hanya belum ada titik temu,’’ katanya.  

Di Kabupaten Sinjai saat ini sisa sekitar 22.000 jiwa penduduk miskin. Sudah ada sekitar 192.000 jiwa yang tercover Jamkesda Sinjai. Artinya, memang, sisa sedikit sekali sasaran yang bisa dicover kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Pemprov Sulsel yang hanya melayani penduduk yang belum dicover oleh layanan jaminan kesehatan lainnya, termasuk seperti peserta Jamkesda Sinjai. Lagipula, penghitungan anggaran layanan Kesehatan Gratis Sulsel hanya 20 persen dari sasaran.

Pemkab Sinjai seperti halnya Pemkab Bantaeng saat ini memiliki Barigade Siaga bertugas 1 x 24 jam melayani kondisi darurat masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan. Tim Emergency 118 di Sinjai yang dilengkapi sejumlah dokter ahli setiap saat siap meluncur langsung memberikan pertolongan ke tempat-tempat masyarakat yang mendesak membutuhkan penangan medis. Tak hanya sebatas memberikan pertolongan di lokasi, tapi dalam keadaan diperlukan juga bertugas mengantar pasien hingga ke rumah sakit.

Untuk pelayanan kesehatan masyarakan di Indoneseia, berdasarkan penilaian yang dilakukan Departemen Kesehatan kerjasama AusAid dan Universitas Indonesia, Kabupaten Sinjai berada di posisi kedua.

Dalam hitungan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo, dr.Azis, jika pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gratis kemudian dilakukan dengan mengutip premi Rp 5.000 per jiwa setiap bulan dengan model kapitasi penuh, seperti yang hendak dilakukan oleh PT.Askes, maka pemerintah di ‘Bumi Lamaddukelleng’ ini akan membutuhkan dana sampai Rp 15 miliar setiap tahunnya.

Pelayanan kesehatan masyarakat, sebutnya, paling sehat jika dilakukan dengan sistem asuransi. Pola Jamkesda dalam Pelayanan Kesehatan Gratis di Sulsel ini juga adalah bentuk asuransi. Jika Jamkesda dikelola sendiri sama dengan pola yang akan dilakukan PT.Askes, maka dana yang dibutuhkan oleh daerah ini hanya sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 6 miliar setiap tahun untuk mengkover sekitar 273.000 jiwa sasaran Kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Wajo.

‘’Menggunakan pola sekarang ini dengan alokasi dana Rp 2 miliar lebih per tahun, Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Wajo sudah dapat berjalan efektif apalagi jika dilakukan dengan hitungan kapitasi penuh,’’ kata dr.Azis.

Gubernur Sulsel, Dr.H.Syahrul Yasin Limpo, SH,MH sendiri tidak menyoal menyangkut masih adanya daerah yang tidak bergabung dalam model kebijakan Pendidikan Gratis maupun Pelayanan Kesehatan Gratis yang dibuat Pemprov Sulsel.

‘’Jika ada daerah yang belum mau menerima kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis, tidak apa-apa. Sepanjang di daerah kabupaten/kota bersangkutan ada jaminan bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan dasar dari SD hingga SMP dan pelayanan kesehatan dasar sebagaimana dilakukan melalui kebijakan gratis Pemprov Sulsel tersebut,’’ katanya ketika memberikan wejangan sebelum melepas secara resmi wartawan peserta ‘Safari Jurnalistik’  di Gubernuran Sulsel.

Kebijakan ‘Dua Gratis’ yang dicanangkan Pemprov Sulsel, menurut Syahrul Yasin Limpo, sebenarnya merupakan amanah undang-undang yang sebelumnya sudah dilaksanakan secara nasional. Seperti diamanahkan Undang-undang No. 20/2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, mulai dari SD hingga SMP. Sejak lama pemerintah sudah mengalokasikan dana dalam bentuk BOP (Biaya Operasional Pendidikan), kemudian menggelontorkan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) untuk membantu pembiayaan berkaitan dengan keperluan proses belajar mengajar di SD hingga SMP atau sekolah sederajat.

Demikian pula dengan Pelayanan Kesehatan Gratis. Pemerintah melalui Undang-undang No.23/1992 tentang Kesehatan, serta Undang-undang No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial, telah memberikan jaminan gratis pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin atau kurang mampu. Mereka dimasukkan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Layanan gratis diberikan kepada peserta Jamkesmas, meliputi layanan kesehatan dasar hingga operasi, dan rawat inap kelas III di rumah sakit milik pemerintah, serupa yang diberikan melalui kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Pemprov Sulsel.

‘’Sebenarnya Samaji ! (Bhs Mks. Artinya: ‘’Sama Saja!” – red). Melalui Kebijakan Pendidikan dan Kesehatan Gratis kami hanya ingin mempertegas pelaksanaan dari amanah undang-undang khususnya tentang penyelenggaraan pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan jaminan sosial masyarakat. Hanya saja istilah gratis, itu punyanya Syahrul, sedangkan kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis itu miliknya Pemprov Sulsel,’’  ujar Syahrul Yasin Limpo, kemudian tertawa kecil. 

 

Juknis dan Matrik

 

Alokasi anggaran kebijakan Pendidikan Gratis yang ditetapkan berdasarkan tahun anggaran untuk kabupaten/kota di Sulsel selama ini,  secara khusus mendapat sorotan dari Sekretaris Kantor Dinas Pendidikan Kota Palopo, Muh.Yamin,Spd, Lsi. Perhitungannya, diminta dilakukan dengan perhitungan khusus, karena sampai sekarang tahun Ajaran Baru masih dimulai setelah pertengahan tahun berjalan.

Tahun Ajaran Baru dimulai Juli. Di sekitar bulan tersebut  barulah dilakukan Penerimaan Murid Baru SD maupun SMP yang jadi sasaran pembiayaan Pendidikan Gratis. ’’Selama ini dana Pendidikan Gratis untuk siswa baru SD dan SMP yang belum diakomodir dalam penetapan anggaran pada awal tahun, terpaksa kita siasati melalui pemanfaatan dana BOS, sambil menunggu dana dari APBD Perubahan. Kami lakukan sangat hati-hati, karena ini bisa merepotkan, terutama jika berhubungan dengan pemeriksaan penggunaan keuangan oleh pemeriksa keuangan,’’ katanya.

Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Drs.H.A.Taslim Arifin. ‘’Masih ada hal yang menjadi tugas berat menyangkut sosialisasi, penggunaan dan pertanggungjawaban dana Pendidikan Gratis yang dialokasikan ke kabupaten/kota,’’ katanya.

Dia menunjuk contoh, sampai saat ini masih banyak sekolah SD dan SMP di daerahnya yang lambat dalam memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Pendidikan Gratis tersebut. Demikian pula dengan pengajuan program dari setiap sekolah. Akibatnya, dana Pendidikan Gratis yang telah disediakan pun lambat pencairannya.

‘’Tanpa ada program dan pertanggungjawaban penggunaan dana Pendidikan Gratis sebelumnya, kita tidak berani untuk mengambil risiko mencairkan dana tersebut ke sekolah-sekolah,’’ kata Taslim Arifin.

Bahkan Sekretaris Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Drs.Bustam Ramli,Msi secara tegas mengatakan, jika tidak ada revisi terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Sulsel No.9 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Gratis khususnya mengenai Pasal 7, 8 dan 9, dana Pendidikan Gratis yang dialokasikan ke daerah tak dapat digunakan secara maksimal. Masalahnya, katanya, di satu pihak penggunaan dana Pendidikan Gratis tidak dibolehkan untuk mendanai item-item yang sudah dianggarkan melalui dana BOS. Sementara, sejumlah item sasaran dalam kebijakan Pendidikan Gratis sesungguhnya telah dianggarkan melalui dana BOS di SD maupun SMP.

‘’Pergub No.9/2010 khususnya pasal 7, 8, dan 9 perlu dikaji ulang, harus jelas aspek yuridisnya, agar penggunaan dana Pendidikan Gratis tidak berisiko terutama bagi pengguna di daerah,’’ ujar Bustam Ramli.

Menyangkut adanya tumpang tindih sasaran penggunaan dana Pendidikan Gratis dengan dana BOS, diakui Kepala Dinas Pendidikan Kota Parepare, Drs.Mustafa Mappangara. ‘’Sebenarnya, memang, perlu ada Petunjuk Teknis mengiringi Pergub No.9/2010 tersebu, karena di situ belum ada penjelasan sasaran yang jelas,’’ katanya.

Guna mengatasi masalah tersebut, Walikota Parepare, Drs.H.Mohammad Zain Katoe, sejak Maret 2010 telah melayangkan surat kepada Gubernur Sulsel dengan mengajukan beberapa alternatif agar penggunaan dana Pendidikan Gratis yang dialokasikan ke Kota Parepare tahun 2010 sebesar Rp 7,2 miliar lebih dapat berjalan efektif.

Di Kota Parepare, menurut Mustafa Mappangara, dana pendidikan gratis disatu-paketkan antara dana APBD Kota dengan APBD Provinsi  ke satu DPA pada APBD Parepare. Dimaksudkan agar tidak terjadi dua macam pertanggungjawaban, serta menghindari adanya keterlambatan pencairan dana.

Dana Pendidikan Gratis yang dialokasikan ke Parepare pun ditempatkan dalam paket Rekening Kegiatan Belanja Langsung (bukan di Rekening Pos Bantuan). Dibuat Petunjuk Teknis (Juknis) tersendiri yang sifatnya menyesuaikan dengan kebutuhan, sebagaimana diatur Pergub No.9/2010, yaitu prioritas komponen pembiayaan dalam pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh bupati/walikota. Selain itu, Pemkot Parepare membuat matrik penggunaan dana sehingga dapat meminimalisir penggunaan dana Pendidikan Gratis tidak tumpang tindih dengan penggunaan dana BOS.

‘’Setiap daerah kabupaten/kota memiliki perbedaan kondisi dan kebutuhan yang berbeda-beda, makanya ke depan Pergub pelaksanaan Pendidikan Gratis seharusnya hanya bersifat makro, teknis pelaksanaannya diserahkan ke masing-masing daerah,’’ saran Mustafa Mappangara.

Kota Parepare saat ini sudah mampu menekan angka putus sekolah di bawah 1 persen, atau telah melebihi target nasional yaitu maksimal 1 persen. Sedangkan daya serap sekolah sudah di atas 100 persen. 

Menyangkut sharing dana Pendidikan Gratis yang disepakati 40 persen ditanggung provinsi dan 60 persen ditanggung kabupaten/kota, juga banyak dibincangkan kepada wartawan peserta ‘Safari Jurnalistik’.  Pelaksana tugas Sekretaris Kabupaten Bantaeng, Drs.Zainuddin, Msi, menyatakan, idealnya jika dana Pendidkan dan Pelayanan Kesehatan Gratis itu 60 persen ditanggung provinsi dan 40 persen ditanggung kabupaten/kota. ‘’Soalnya, dana di kabupaten/kota masih terbatas, masih banyak sektor lain yang juga membutuhkan pendanaan,’’ katanya.

Usulan sama terdengar dalam pertemuan dengan jajaran Pemkab Pinrang. Minimal, katanya, sharing dana Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis tersebut fifty-fifty – 50 persen tanggungan provinsi dan 50 persen oleh kabupaten/kota. Bahkan di sejumlah kabupaten/kota lainnya ada yang mengusul agar dana Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis ditanggung 100 persen oleh Pemerintah Provinsi. Alasannya, kebijakan tersebut merupakan kebijakan Pemprov Sulsel.

Menariknya, tak satupun daerah kabupaten/kota yang jadi sasaran kunjungan ‘Safari Jurnalistik’ mengeluhkan adanya ketidakseimbangan antara kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap tahun dengan besarnya kewajiban yang harus ditanggung daerah untuk anggaran Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis setiap tahun.

‘’Padahal, jika kita lihat rata-rata kenaikan PAD setiap kabupaten/kota di Sulsel setiap tahun tidak seimbang dengan besarnya anggaran yang harus disediakan melalui APBD untuk mendanai pelaksanaan Pendidikan dan Kesehatan Gratis yang  jumlahnya bermiliar-miliar rupiah.’’ Begitu, salah satu poin analisis dari sejumlah wartawan peserta ‘Safari Jurnalistik’ setelah sejenak kongkow-konkow menikmati pergerakan awan di puncak, dalam perjalanan dari Kota Palopo menuju Kota Rantepao, ibukota Kabupaten Toraja Utara.       

Sejumlah wartawan lantas terperangah, ketika kemudian mendapat informasi bahwa PAD di Kota Parepare saat ini hanya sekitar Rp 500 juta, tapi harus menanggung sharing dana di APBD sekitar 3 miliar khusus untuk pendanaan Pendidikan Gratis dan lebih Rp 1 miliar untuk Pelayanan Kesehatan Gratis tahun 2010.

 

Menanti ‘Buku Elektronik’

 

Aneh tapi nyata! Lantaran seiring dengan pelaksanaan kebijakan ‘Dua Gratis’ tersebut, justru ada kabupaten/kota yang mampu menyelenggarakan pendidikan gratis plus di tingkat TK maupun SMA, di luar kebijakan Pendidikan Gratis Pemprov Sulsel. Bahkan Pemkab Luwu seiring dengan pelaksanaan kebijakan gratis ini, secara khusus dapat menyediakan beasiswa bagi tenaga pendidik yang belum mencapai strata satu (S-1) untuk mengikuti pendidikan S-1.

‘’Untuk mengawal pelaksanaan pendidikan, termasuk pendidikan gratis agar dapat belangsung baik serta bermutu, kami sediakan dana beasiswa untuk 600 orang guru yang belum sarjana dari tingkat TK hingga SMA mengikuti pendidikan S-1. Langkah awal sudah ada 300 guru yang didanai mengikuti pendidikan S-1,’’ ujar Bupati Luwu Ir.H.A.Muzakkar.

Di Kabupaten Wajo, dapat dibentuk Kelas Akselerasi di SD hingga SMP. Murid SD di Kelas Akselerasi dapat menamatkan pelajaran dalam tempo 5 tahun, dan untuk siswa SMP dapat menyelesaikan studi hanya dalam waktu dua tahun ajaran. Sekalipun untuk penyelenggaraan Kelas Akselerasi ini harus menggunakan dana kolaborasi dengan pihak orang tua siswa.

Ragam apresiasi menyambut penyelenggaraan kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis pun ditemui di kabupaten/kota lainnya di Sulsel. Di Kabupaten Tana Toraja, misalnya, Pemkab setempat mengembangkan pola pembangunan SD/SMP Satu Atap untuk memberikan kemudahan pelayanan pendidikan bagi anak-anak yang tinggal berpencar-pencar di wilayah pegunungan. ‘’Sekarang sudah terdapat 12 SD/SMP Satu Atap dibangun di daerah ini,’’ kata Kepala Dinas Pendidikan Tana Toraja, Johannis Titing.

Di daerah pariwisata Tana Toraja dan Toraja Utara,  sekalipun sudah berlangsung Pendidikan Gratis, para orang tua siswa masih tetap menyalurkan bantuan dalam bentuk natura, berupa sumbangan babi dan lain-lain ketika diadakan pesta adat kemudian diuangkan, untuk membantu mendanai penyediaan sarana pendidikan di daerah tersebut.

Di ibukota Provinsi Sulsel; justru melalui Dinas Kesehatan Kota Makassar dialokasikan anggaran sebesar Rp 532 miliar untuk memberikan Makanan Pendamping Air (MPA) dalam rangka membantu perbaikan gizi khususnya bagi anak-anak SD.

Di Kabupaten Pinrang, pihak Dispora setempat menekankan penggunaan Laptop (komputer) terhadap guru-guru SD dan SMP yang telah bersertifikasi dalam rangka peningkatan kualitas mutu pendidikan. Penggunaan Buku Elektronik – melalui penyediaan bahan pelajaran secara gratis oleh pemerintah pusat secaraon line di jaringan internet, dinilai dapat membantu memudahkan siswa memperoleh bahan ajar  tanpa harus tergantung dari penyediaan buku-buku teks seperti selama ini.

Sayangnya, menurut data, kondisi di Kabupaten Pinrang saat ini tak jauh beda dengan di Kota Makassar, masih sekitar 50 hingga 60 persen guru termasuk kepala sekolah yang belum tahu ‘buka-tutup’ komputer. ‘’Perlu ada gebrakan pemasyarakatan penggunaan IT — Teknologi Informasi seiring dengan keinginan peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam pelaksanaan kebijakan Pendidikan Gratis,’’ saran pihak Dispora Pinrang.  (Baca juga Hal:  ‘Tawaran Axioo Currikulum Program’).

Dahsyatnya gaung kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis, menurut Bupati Luwu, H.A.Muzakkar, menimbulkan euforia gratis bagi masyarakat di daerahnya. ‘’Tapi, Alhamdulillah, dalam kaitan dengan pelaksanaan pembangunan di bidang pertanian dan perikanan kita juga sudah mampu menciptakan pola kebijakan bantuan handtraktor gratis dan bibit gratis bagi petani, perahu gratis untuk nelayan, termasuk kucuran kredit nol bunga dan nol agunan bagi mereka. Sekarang sedang dirancang, kebijakan gratis bayar PBB bagi petani yang akan mengikuti program pengembangan tanaman talas (keladi-red) di Kabupaten Luwu,’’ katanya.

Bagi Cakka, panggilan akrab dari Bupati H.A.Muzakkar, senantiasa optimis terhadap pelaksanaan sejumlah kebijakan gratis di wilayahnya dapat berjalan dengan baik. Termasuk terhadap pengawasan dana-dana sehingga penggunaan dilakukan sesuai sasarannya. Pasalnya, dia menerapkan sistem ‘Kontrak Kinerja’ dengan para kepala SKPD. Setiap program ditawarkan terlebih dahulu kepada kepala SKPD, mampu atau tidak mampu untuk dilaksanakan. Jika mampu, diserahkan untuk menyusun pelaksanaan program tersebut, mengatur penggunaan dana yang disediakan, termasuk membuat Time Skedulnya. ‘’Ketidakberesan pelaksanaan di lapangan, jabatan jadi taruhannya,’’ katanya.

Munculnya beragam apresiasi, saran, usul dan kritik setelah memasuki tiga tahun pelaksanaan kebijakan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis di Sulsel merupakan modal untuk mempermantap pelaksanaan kebijakan ini. Apalagi, pemerintah pusat mulai tahun 2011 sudah mewajibkan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota menyediakan anggaran dari APBD khususnya untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh sudah membuat kesepakatan dengan Mendagri Gamawan Fauzi, untuk memastikan adanya dana BOS dianggarkan di setiap APBD provinsi, kabupaten dan kota dalam tahun 2011. Surat Edaran dari kedua menteri mengenai kewajiban tersebut telah dikirim langsung kepada para gubernur, bupati dan walikota di Indonesia.

Artinya, untuk pelaksanaan kebijakan nasional tersebut, Pemprov Sulsel sudah melangkah tiga tahun lebih cepat melalui kebijakan Pendidikan dan Kesehatan Gratis. Arah kebijakan ‘Dua Gartis’ tersebut sudah tepat. ‘’Jika ada kekurangan, kita perbaiki saja sistem dalam rangka mempermantap pelaksanaan kebijakan ini di lapangan,’’  kata Bupati Luwu, H.A.Muzakkar berulangkali di hadapan wartawan peserta ‘Safari Jurnalistik.(Mahaji Noesa, Tabloid Mingguan DEMOs Makassar Edisi No.400 Nopember 2010/Tahun XII)  

 

Tinggalkan komentar