Gambar

Perahu Phinisi, Lukisan Bachtiar Hafid, Makassar/Foto: Mahaji Noesa

Secara fisik kompeni Belanda mampu menghancurkan kekuatan armada bahari Kerajaan Gowa. Juga dapat menghambat perkembangan kemampuan serta membatasi ruang gerak kebaharian orang-orang Makassar, SulawesiSelatan, setelah ditandatanganinya Perjanjian Bongayya, 18 Nopember 1667.

Namun ibarat gelombang laut, jiwa dan semangat bahari orang-orang Makassar seantiasa bergelora dari masa ke masa dalam intensitas yang berbeda sesuai perkembangan masa.

Hal itu terbukti dengantampilnya putra-putra Indonesia kelahiran Makassar sebagai patriot dalam perjuangan merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan RI. Termasuk dalam bidang kelautan atau kebahariaan.

Dalam lembaran sejarah TNI-AL (Episode Perang Kemerdekaan 1945 – 1950) secara jelas dicatat sejumlah nama dan perjuangan putra-putra Indonesia asal Makassar yang begitu gigih memperjuangkan terbentuknya suatu kekuatanpertahanan Angkatan Laut bagi negara RI di ambang kemerdekaan.

Saat mendekati keruntuhan pendudukan Jepang di Indonesia, bermunculan kelompok-kelompok pemuda yang melakukan pergerakan untuk membantu terwujudnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Di antaranya kelompok pemuda Daisangka di Surabaya, Jawa Timur. Pembentukannya dipelopori oleh pemuda-pemuda asal Makassar yang sebelumnya memiliki pengalaman danpengetahuan kebahariaan. Kelompok pemuda Daisangka ini mendapat dukungan latihan kemiliteran dari Kaigun – pemerintahan militer (Angkatan Laut) Jepang yang mendukung terwujudnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Dalam bulan Juni 1945 sejumlah pemuda Daisangka dari Surabaya dipimpin A.R.Aris (asal Makassar), R.Sutrisno, L.Mochtar, A.Hamzah Tuppu (asal Makassar), J.Geret, Ny.Bernatje Tuegeh dan Abd. Djalil datang ke Jakarta menemui kolonel Yususumi dari Kaigun Bukanfu di Jakarta, untuk menanyakan situasi terakhir Perang Pasific serta janji pihak Jepang untuk membantu terwujudnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Dalam bulan Juli 1945, kelompok pemuda Daisangka ini kembali ke Surabaya, setelah sebelumnya juga menemui sejumlah tokoh pemuda pergerakan  kemerdekaan di Jakarta, seperti Chairul Saleh, Hidayat, Sukarni, Wikabna, dan Chairuddin menanyakan dan meminta petunjuk perihal situasi terakhir upaya pergerakan menuju Indonesia merdeka.

Setiba kembali di Surabaya, mereka lantas membentuk pasukan yang berasal dari bekas-bekas Angkatan Laut Jepang,pegawai-pegawai pelayaran dan pemuda bahariwan lainnya.

Setelah diproklamirkan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jakarta oleh wakil bangsa Indonesia Soekarno – Hatta, pemuda Daisangka di Surabaya yang beranggotakanbanyak pemuda dari Makassar membentuk sebuah badan yang bersifat kelautan yang menjadi cikal terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Pembentukan badan tersebut dimaksudkan untuk mengadakan perlawanan terhadap rencana kedatangan tentara Sekutu yang didalamnya membonceng tentara NICA ke Indonesia setelah Jepang dinyatakan kalah perang. Semangat perlawanan dari para anggota badan tersebut begitu menggebu-gebu untuk menentang kedatangan tentara Sekutu, sekalipun hanya memiliki peralatan perang yang sederhana. Tugas mereka pun bukan hanya untuk melakukan pertahanan di laut, tapi juga dipersiapkan untuk menjadi kesatuan-kesatuan penggempur di darat.

Personil dari badan tersebut terdiri dari A.R.Aris (asal Makassar) dengan pangkat Laksamana Muda, sebagai komandan tertinggi Angkatan Laut RI saat itu. Dilengkapi perwira staf Kolonel A.Hamzah Tuppu 9asal Makassar), Kolonel Sutrisno, dan Letnan Kolonel Ny.Bernetje Tuegeh. Mereka dibantu sejumlah perwira lainnya, dan segala kegiatan berpusat di Modderlust Ujung, Surabaya.

Melihat adanya gelagat curang terhadap kedatangan tentara Sekutu menggantikan kedudukan Jepang di Indonesia, Presiden Soekarno melalui pidato radio pada 23 Agustus 1945 menyatakan, ‘’Revolusi nasional masih menempuh gelombang hebat.’’ Kepada segenap rakyat Indonesia diperintahkan untuk mengatur persiapan-persiapan serta membantu menjaga keamanan dengan jalan mendirikan Badan Kemanan Rakyat (BKR).

Prajurit-prajurit bekas Peta, Heiho, dan pelaut-pelaut serta pemuda lainnya dianjurkan masuk dan bekerja dalam Badan-badan Kemanan Rakyat tersebut. Pidato presiden yang merupakan perintah dari pemerintah pusat tersebut lantas disahuti dengan pembentukan BKR-BKR di daerah-daerah. Hebatnya, karena anggota-anggota BKR yang terbentuk langsung melengkapi diri dengan berbagai srenjata sehingga berubah menjadi tentara bersenjata. Apalagi di beberapa daerah BKR langsung terlibat melakukan pertempuran-pertempuran saat tentara Sekutu mendarat di Indonesia, yang dimulai pada 8 September 1945. Pada tanggal 10 September 1945 di Jakarta terbentuk pula BKR Laut.

Dengan maklumat No.2/x tanggal 5 Oktober 1945, pemerintah RI menyatakan secara resmi juga harus membentuk kekuatan bersenjata yang diberi nama TKR (Tentara Kemanan Rakyat) bagian darat dan TKR bagian laut. Pengesahan pembentukan TKR Laut khususnya dilakukan pada 15 Nopember 1945 dengan Pimpinan Markas Tertinggi TKR Laut M. Pardi.

Pembentukan TKR di Jakarta tersebut kemudian diikuti dengan pembentukan TKR bagian laut di sejumlah kota-kota pantai di Indonesia. Meskipunpada daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan Sumatera, saat itu, belum terbentuk BKR atau TKR lantaran faktor kesulitan perhubungan serta telah mendaratnya tentara Sekutu.

Pembentukan BKR Laut di Jakarta kemudian disambut hangat oleh kelompok pemuda Daisangka di Surabaya, yang dalam September 1945 juga segera membentuk BKR Laut di Surabaya. Struktur organisasi intinya, terdiri atas Komanda A.R.Aris, Wakil Komandan R.Sutrisno, Kepala Staf L.Mochtar, Kepala Personalia/Pengerahan Tenaga A.Hamzah tuppu, dan anggota Ny.Barnetje Tuegeh dan Abd.Djalil.

Dari BKR/TKR Laut itulah kemudian berkembang menjadi kekuatan pertahanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Dari markas BKR Laut Surabaya inilah mulai dikirim ekspedisi ke Sulawesi dalam rangka pembentukan Angkatan Laut Persiapan Seberang sekaligus memberikan spirit terhadap perjuangan perlawanan rakyat di Sulawesi Selatan menentang kehadiran tentara Sekutu/NICA. (Mahaji Noesa, Buku : A.Hamzah Tuppu patriot Bahari Titisan Galesong, Makassar 2002)     

Tinggalkan komentar